Report ThinkingBread72's Profile

ThinkingBread72

Watching this season

Last completed anime

Best MOMENTS

  • ranking item
  • ranking item
  • ranking item
  • ranking item
  • ranking item
  • ranking item
  • ranking item
  • ranking item
  • ranking item

PEAK FICTION

  • ranking item

Statistics

All Anime Stats Anime Stats
Days: 84.4
Mean Score: 6.89
  • Total Entries365
  • Rewatched10
  • Episodes4,962
Anime History Last Anime Updates
Bungou Stray Dogs
Bungou Stray Dogs
Yesterday, 8:27 AM
Completed 12/12 · Scored 7
Dandadan
Dandadan
Nov 18, 10:23 AM
Watching 7/12 · Scored -
Ao no Hako
Ao no Hako
Nov 17, 6:12 AM
Watching 8/25 · Scored -
All Manga Stats Manga Stats
Days: 23.9
Mean Score: 7.22
  • Total Entries43
  • Reread0
  • Chapters3,912
  • Volumes355
Manga History Last Manga Updates
Tomie
Tomie
Apr 6, 11:00 AM
Completed 20/20 · Scored 8
Monster
Monster
Jan 14, 7:06 AM
Reading 32/162 · Scored 10
Kubo-san wa Mob wo Yurusanai
Kubo-san wa Mob wo Yurusanai
Aug 7, 2023 10:20 AM
Completed 152/152 · Scored 6

All Favorites Favorites

Anime (1)
Manga (2)
Character (6)

All Comments (81) Comments

Would you like to post a comment? Please login or sign up first!
Madgy Apr 13, 7:34 PM
Happy birthday bang 🎊🎊
MikazeArtz Nov 24, 2023 9:06 AM
Yoooo gua balik lagi karena sepertinya gua sedang trending di twitter. Terima kasih sudah mengucapkan happy birthday.
Hayase_Yuuka Oct 30, 2023 4:29 AM
Makasih udah acc bro!
Yoroshiku :)
MikazeArtz Jun 7, 2023 10:41 AM
Terima kasih sudah membaca semuanya. Menulis kritik yang begitu luas memang cukup menguras energi gua, namun gua mengapresiasi kesempatan untuk dapat menyampaikan pikiran-pikiran gua. Menulis telah menjadi bagian dari hobi gua karena gua memandang menulis sebagai manifestasi dari ekspresi artistik. Meskipun kemampuan gua dalam bidang melukis mungkin kurang, menulis memungkinkan gua untuk mengalirkan hasrat kreatif gua. Oleh karena itu, gua cenderung menulis dengan sangat teliti dan memadukan kata-kata dengan beragam bahasa kiasan untuk memberikan kesan estetika. Gua sudah membuat sebuah blog sebagai wadah untuk menuangkan pemikiran-pemikiran gua. Ketika sudah ada banyak tulisan yang layak dibaca, gua akan segera memberitahu lu.

Kemarin, gua berkesempatan untuk menonton Across the Spider-verse dan gua harus mengakui bahwa itu meninggalkan kepuasan yang mendalam. Sungguh pengalaman yang luar-biasa. Sebuah prestasi dalam kreativitas manusia, melampaui batasan animasi konvensional dan menjelajahi wilayah seni yang belum terjamah sebelumnya. Keindahan visualnya semata membuatnya menjadi film yang wajib untuk ditonton, terutama mengingat kekaguman mendalam lu terhadap Puss In Boots, sebuah film yang mengambil inspirasi dari Into the Spider-verse. Tonton sesegera mungkin!!
MikazeArtz Jun 6, 2023 1:16 AM
Oshi no Ko menjadi perwujudan simbolis dari efek “modernisasi” yang sangat gua benci. Oshi no Ko mewakili kematian dari medium anime. Dalam 4 episode yang gua tonton, tidak ada satu momen-pun yang dapat menjustifikasi rating yang diterima oleh OnK. Standar "kualitas writing yang bagus" telah direduksi ke titik yang sulit untuk dipahami. Rating telah menjadi sepenuhnya irrelevan. Semua karena tuntutan dari sekelompok individu seperti wibu dan otaku yang sekarang monopolisasi seluruh industri anime, memaksa produksi untuk memenuhi semua fantasi eskapisme mereka. Sungguh memilukan untuk menyaksikan komodifikasi seni, di mana nilai artistik berada di belakang margin keuntungan dan upaya tanpa henti untuk memuaskan konsumen. Ini adalah komposisi yang suram, tanpa substansi atau nilai, hanya berfungsi untuk memperkuat keyakinan bahwa beberapa orang telah menyimpang jauh dari jalan yang benar-benar memahami subtetly dan kompleksitas seni. Medium anime yang pada awalnya memiliki potensi yang tak dapat dicapai oleh medium lain kini telah terjerumus dalam siklus mediokritas dan repetisi formulistik.

Oshi no Ko memiliki kerangka konseptual naratif yang menarik, namun dieksekusi seperti visual novel, tanpa henti memberikan ekspositori yang jarang memberikan gambaran tentang inti permasalahannya. Setiap perkembangan penting dipermainkan dan dijelaskan secara berlebihan. Karakter duduk berjam-jam selama durasi yang memanjang dan membosankan berbicara tentang perasaan mereka, tapi gak memberikan alasan untuk terlibat dengan mereka atau nasib mereka karena kekhawatiran utama bukanlah menciptakan narasi karakter yang berkesan, melainkan menyusun bagian-bagian untuk akhirnya mencapai sequence di mana seorang karakter sampai pada pemahaman yang mendalam dan memberikan pidato emosional yang memilukan melalui air mata dan tangisan sehingga penonton akan menulis frasa cringe seperti "Sungguh anime yang dark" Seperti mayoritas anime kontemporer lainnya, OnK memiliki keinginan untuk menghasilkan dampak emosional, dengan memanipulasi musik untuk menciptakan rasa "perasaan emosional" yang dangkal pada titik-titik momen untuk menghasilkan aura sentimentalitas. Namun, dengan malangnya ia gak memiliki pengetahuan yang cukup untuk menciptakan resonansi tematik yang koheren, karena fokusnya terlalu terpaku pada menciptakan momen klimaks yang hanya secara permukaan membangkitkan emosi, sementara mengabaikan fondasi arsitektur naratif yang diperlukan untuk keterlibatan emosional yang autentik. Tentu, kekurangan semacam itu mungkin dapat dikompensasikan jika "penulisan cerita" menjadi daya tarik yang menonjol. Namun, twist dan perubahan tone yang dipasarkan ternyata gak ada, meninggalkan narasi yang datar dan predictable; semuanya hanya terasa seperti upaya awal dalam menceritakan kisah yang matang.

Semuanya begitu statis dan bertele-tele sehingga memberikan sensasi aneh, seolah kehidupan para tokohnya adalah kehidupan yang gak ada artinya, tanpa gangguan eksternal selain beberapa klise monoton yang merujuk pada diri sendiri. Di antara penumpang biasa, selalu ada seorang gadis yang dalam kesulitan yang diberikan kabin kelas satu, penampilannya begitu menarik sehingga membuat tetangganya melupakan asal-usulnya dan mengabaikan kepribadiannya yang sebenarnya. Gadis ini dikenal sebagai nama Waifu, dan fitur desain superfisial permukaannya telah digunakan sebagai umpan marketing berkali-kali. Ini merupakan seluruh daya tarik dari Oshi no Ko. Dalam semua kemalasannya, eksekusi konsepsual yang buruk, kekosongan substansi, dan "simbolisme" scatological-nya, Oshi no Ko menjadi perwujudan simbolis seperti yang gua sampaikan di awal. Ia menjanjikan sebuah perjalanan intropektif namun berubah menjadi jalur yang penuh dengan unsur klise dan eksposisi yang monoton.

Subtext dalam OnK mengangkat diskusi tentang kebohongan dan konsekuensinya. Oshi no Ko secara spesifik mengkritik hubungan parasosial. Ia berusaha menciptakan kritik sosial dalam masyarakat Jepang kontemporer, menyelidiki aspek-aspek gelap budaya idol dan hubungan parasosial. Dimensi ini seharusnya memungkinkan naratif untuk melampaui batasnya, berubah menjadi cermin yang mencerminkan masalah-masalah sosial. Namun ternyata dalam sekejap ia kehilangan pijakan dalam usahanya yang berlebihan untuk memberi fanservice terhadap demografik, meruntuhkan sekaligus berkontribusi dalam isu sosial yang ingin dikritiknya. Gak ada nada filosofis tentang kebenaran dan kebohongan dalam hubungan manusia modern yang dapat ditemukan disini, hanyalah "kesadaran diri" yang pretensius dan lusinan gadis imut.

apalagi make konsep reinkarnasi absurd yang lucu kualitas writingnya, jadi gw stuck di eps 1


Gua gak keberatan dengan premis apapun, asalkan dieksekusi dengan baik. Namun dalam Oshi no Ko; elemen reinkarnasi dengan cepat berubah menjadi plot device yang usang. Ia gak memberikan kontribusi naratif yang memperkaya dan ditinggalkan untuk alur cerita yang hambar. Seluruh substansi anime ini yang berupaya mengungkap sisi gelap industri hiburan menjadi datar karena seringkali dijebloskan ke dalam rangkaian adegan eksposisi yang kering. Tiap eksposisi dituangkan secara blak-blakan, tanpa terlihat mengeluarkan effort sedikit pun; orang-orang berbicara di background dengan gamblang untuk memberikan informasi kepada penonton tentang situasi lingkungan dunia industri hiburan tanpa subtetly, ataupun effort kreatif apapun untuk meminimalisir ekspositori yang mencolok. Ini tampak seperti sang penulis secara gak langsung meneriakkan "Lihatlah kritik sosial yang aku sisipkan!!” dan berharap mendapatkan pujian dan perhatian dari kritikus.

Oshi no Ko dapat dibilang sebuah anti-thesis dari Perfect Blue, atau mungkin dapat dipandang sebagai modernisasi dari Perfect Blue, sejalan dengan bagaimana Evangelion Thrice merusak esensi pesan anti-escapism dan akhirnya melakukan yang sebaliknya untuk audiensnya, menciptakan lebih banyak eskapisme. Gua akan menggunakan Perfect Blue sebagai contoh untuk membantu kritik gua terhadap Oshi no Ko dengan alasan keduanya mengangkat tema dan subtext yang sama; sebuah dekonstruksi genre idol yang mengungkap sisi gelap industri hiburan. Dengan penekanan khusus pada dikotomi antara kepribadian yang palsu dan persona yang otentik.

Oshi no Ko sebagai anti-thesis dari Perfect Blue:

Karakter Hoshino gagal dalam menyampaikan kritik yang substansial terhadap industri hiburan (Masih dapat diperdebatkan) Dia kekurangan perjuangan individu yang sejati, gambaran idol yang disensor, terlalu teridealiskan, yang melemahkan kritik yang dimaksudkan oleh naratif industri tersebut. Niat yang dinyatakan untuk mengungkapkan kegelapan industri hiburan menjadi sia-sia dengan penggambaran karakternya. Ai bertindak seperti karakter yang gak realistis, sebuah karikatur dari idol yang sempurna. Gabungan dari sifat-sifat buatan yang disajikan sebagai persona otentik. Karakter Ai lebih merupakan hasil fabrikasi industri daripada individu yang sejati. Kita gak pernah melihatnya sebagai sesuatu yang berbeda dari Ai di atas panggung, baik karena bagian itu gak ada, atau karena itu begitu terjalin dengan dirinya sehingga memisahkan keduanya bahkan gak penting. Ini adalah sesuatu yang meresap dan menjadi masalah yang konstan sepanjang episode pertama. Dalam "Perfect Blue," metamorfosis Mima dari seorang idol pop terkenal menjadi seorang aktris digambarkan dengan brillian, menampilkan perjalanan berliku dalam melepaskan lapisan tiruan dan merangkul hakikat sejati seseorang. Perfect Blue dengan cerdik menjelaskan konsekuensi dari menjalani kehidupan palsu, di mana batas antara kenyataan dan fantasi menjadi kabur, menyebabkan penderitaan psikologis dan memecah identitas seseorang. Jaringan hubungan yang rumit yang digambarkan dalam "Perfect Blue" berfungsi sebagai katalis untuk introspeksi, memungkinkan penonton untuk merenungkan dampak mendalam dari dinamika sosial terhadap pencarian otentisitas seseorang. Penggambaran persona idol Mima adalah murni, polos, dan dibangun dengan hati-hati - suatu kontras yang tajam dengan manusia yang imperfect dan multidimensi di baliknya. Hoshino dalam "Oshi no Ko" gagal secara memadai menghadapi kompleksitas yang terkait dengan tema ini. Dia gak pernah bukan seorang gadis idol. Satu-satunya saat kita benar-benar melihat masa lalunya adalah ketika dia berbicara dengan manajernya dan dia menyebutkan bahwa dia adalah seorang pembohong. Selain itu, kita gak tau apa pun tentang masa lalunya. Apa yang membuat gua bingung adalah ketika dia ingat nama stalker itu lebih baik daripada nama anak-anaknya sendiri dan dia bahkan tak terlihat terpengaruh oleh kenyataan bahwa ada seseorang yang datang untuk membunuhnya dan anak-anaknya dalam bahaya. Bahkan di saat-saat sekaratnya, dia tak dapat bertindak dengan cara apa pun yang menunjukkan kerentanannya sebagai manusia. Karakter Hoshino gak disajikan sebagai individu yang nyata dan multi-dimensi melainkan sebagai 'waifu' yang derivatif. Naratif tanpa sadar mengajukan pertanyaan yang ingin ditantangnya: Apakah idol hanyalah prop? Keteguhan persona idol dengan mengorbankan perkembangan karakter memunculkan pertanyaan tentang sifat penggambaran dan identitas. Ini menjadi sebuah kritik bukan terhadap industri idol tetapi terhadap naratif itu sendiri. Apa yang benar-benar membuat gua terganggu dan jengkel adalah ketika Hoshino mengatakan "Bahkan sekarang masih aku ingin mencintaimu" kepada orang yang datang untuk membunuhnya. Ini benar-benar terasa seperti dia ditulis untuk mempertahankan fantasi tentang idol yang mencintai penggemarnya. Untuk tujuan apa lagi dia mengatakan itu selain untuk menyenangkan penggemar idol? Anime ini pengecut dalam pendekatannya karena bahkan gak membiarkan Hoshino menjadi dirinya sendiri. Apa sebenarnya tujuan menunjukkan sisi gelap industri ini jika lu akan membuat karakter paling penting dalam episode pertama menjadi waifu anime dan bukan manusia sejati? Apakah orang-orang dalam industri eksploitatif ini gak pantas mendapatkan cerita di mana mereka digambarkan sebagai manusia yang sebenarnya? Bahwa mereka adalah lebih dari sekadar idol yang ditampilkan di atas panggung dan di atas kontrak-kontrak idol ini. Atau apakah mereka gak lebih dari sekadar properti yang dibuat untuk konsumsi massal? Dalam Perfect Blue kita diperlihatkan bagaimana persona buatan tersebut merusak kewarasannya, saat ia berjuang untuk membedakan antara yang nyata dan yang gak nyata. Penggambaran mengenai krisis identitas ini menjadi kritik terhadap industri idol dalam mengkomodifikasi individu. Mima bukan sekadar 'waifu'; dia adalah karakter yang dikembangkan dengan baik yang menggambarkan sisi gelap industri hiburan dengan cara yang gagal dilakukan oleh Hoshino.

Separuh awal episode pertama Oshi no Ko merupakan pengalaman yang melelahkan sekaligus memalukan mendengarkan eksposisi dialog dan narasi yang benar-benar bodoh. Pembicaraan antarkarakter selalu terdiri dari; Foreshadowing yang disampaikan secara terang-terangan, pengulangan tanpa henti tema dominan tentang kebohongan, atau paparan berkelanjutan yang menjelaskan mekanisme dinamika industri hiburan dan sisi gelapnya. Seperti yang gua sebutkan sebelumnya, tidak ada subtetly yang terkandung dalam eksposisi tersebut. Akibatnya, dialog seringkali menjadi repetitif, tidak alami, dan dipaksakan. Alur cerita, meskipun kadang-kadang terjatuh pada kesalahan logika dan mengalami ketidakseimbangan dalam ritme, masih dapat diterima. Namun, ketergantungan terlalu berlebihan dalam "shock value" mengurangi kualitasnya karena adanya foreshadowing yang terbuka dan sangat jelas. Pada akhirnya, Oshi no Ko secara gak sadar memperpetuasi siklus konsumsi yang ingin ditantanginya, mengubah dirinya sendiri menjadi sebuah pertunjukan di atas panggung ironi. Karakter-karakternya bagaikan boneka-boneka waifu yang menari mengikuti alur narasi besar dengan implikasi mengerikan yang gagal dikritiknya. Karakter-karakter yang dangkal - idol yang tanpa jiwa dan protagonis yang hampa. Karakter-karakter ini menjadi wadah bagi subtetks konsumeris yang merajalela. Namun, mereka tak dapat menahan diri untuk tidak mempersembahkan subjek-subjeknya sebagai produk konsumsi, sehingga menjadi sejalan dengan eksploitasi sistematis yang ia ingin ungkap. Mereduksi karakter-karakternya menjadi sekadar objek keinginan bagi otaku. "Oshi no Ko" adalah sebuah karya ironi yang terjebak dalam dikotominya - menjadi sebuah simulakrum dari kritik yang ingin diwakilinya.

Pada akhirnya, subtext yang digunakan dalam menghadirkan konten tematik terlihat sempit dan dipaksakan, membutuhkan upaya intelektual yang minim dari para penonton. Setiap komposisi musik dan potongan dialog tampaknya diatur dengan tujuan tunggal untuk memanipulasi emosi penonton - saklar yang diatur untuk memeras setiap tetes air mata terakhir. Gua gak keberatan terhadap narasi yang gagal, asalkan ia memberikan sedikit hiburan. Namun, sayangnya, Oshi no Ko gagal menyediakan bahkan penghiburan tersebut. Jokesnya selalu miss dan cringe. Gua hanya tertawa pada momen-momen intense yang terlihat buruk, dipaksa dan artifisial. Gua gak merujuk pada kematian Hoshino, melainkan tindakan Hoshino pada saat ia ditikam oleh stalker. Itu adalah momen paling menghibur dalam seluruh 4 episode ini.

Seorang Idol populer terperangkap dalam sebuah skenario yang mengerikan - tertusuk oleh seorang stalker di bagian organ vital tubuhnya yang kemungkinan akan merenggut nyawanya, sementara anaknya berdiri di sampingnya. Apa yang akan menjadi respons spontan dia dalam keadaan yang mencekam seperti ini?
A. Merasakan dorongan kuat untuk melindungi anaknya yang sedang berada dalam situasi berbahaya.
B. Berjuang dengan rasa sakit yang menyiksa, berusaha keras untuk mencari keselarasan dengan realitas, dan syok yang merasuk ke seluruh pikirannya.
C. Menanggung penderitaan, membiarkan anaknya menyaksikan pertunjukan yang mengerikan ini, dan menggunakan setiap energi yang semakin berkurang untuk meluncur ke dalam monolog pidato yang paling koheren tentang dirinya sendiri, tanpa ragu mengidentifikasi pembunuhnya (meskipun dia diketahui kesulitan mengingat nama-nama), dan menyatakan cintanya kepada stalker yang baru saja mencoba membunuhnya.

Setelah ini, alur ceritanya semakin terjerumus ke tingkat absurditas yang semakin tinggi, hingga akhirnya gua memutuskan untuk berhenti menonton saat mencapai episode 4.
MikazeArtz Jun 5, 2023 9:56 AM
Btw, apakah lu tertarik sama Spiderman across the spiderverse yang akhir-akhir ini membludak? Gw penasaran aja sih..

Yes. Gua udah ada rencana minggu ini.

Tapi gw paham kenapa lu berinisiatif kek gitu. Tapi karena statement anda ini, gw jadi penasaran,apakah lu bisa kasih pendapat mengenai "Oshi no Ko" ? Mau lu tulis ampe 10 paragraf pun akan gw baca ampe abis. Well gw penasaran aja sih, gw gak antusias sama series ini karna prolognya rada underwhelming, apalagi make konsep reinkarnasi absurd yang lucu kualitas writingnya, jadi gw stuck di eps 1.

Sungguh premiere yang mengerikan. Gua bisa menulis satu buku hanya untuk mengkritik Oshi no Ko. Namun, gua gak bisa nulis sekarang karena sudah larut malam. Gua akan berusaha untuk mengungkapkan beragam kritik gua besok karena besok libur sehingga memberikan momentum yang tepat bagi gua untuk mengekspresikan pandangan-pandangan gua.
Rozzes Jun 3, 2023 11:04 PM
Terima kasih telah menerima saya, apyr.
MikazeArtz Jun 2, 2023 8:01 AM
Oh ya, maaf telat respon. Sayangnya, gua udah jarang aktif di platform ini karena gua merasa anime bukan lagi medium yang cocok bagi gua. Gua sudah mengatur watchlist gua dengan teliti dan berencana untuk menyelesaikan semuanya sebelum akhirnya memutuskan untuk berhenti menonton anime. Meskipun jumlah anime yang tersisa mungkin relatif sedikit, menyelesaikannya semuanya akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
MikazeArtz Jun 2, 2023 7:58 AM
Cukup mengejutkan, tetapi senang mendengar apresiasi lu terhadapnya. Eternity and a Day menampilkan tingkat subtetly yang lebih rendah dibanding Landscape in the Mist yang lebih mengandalkan simbolisme, metafora, dan elemen atmosferik. Eternity and a Day lebih mudah dicerna oleh audiens yang lebih luas dan ini mungkin salah satu alasan mengapa lu lebih menyukai Eternity and a Day dibanding Landscape in the Mist yang jauh lebih subtle. Namun, dari sudut pandang gua, gua menganggap Eternity and a Day sebagai karya yang sangat berat, karena menggali tema-tema yang melampaui kompleksitas yang ada di Landscape in the Mist. Film ini membutuhkan keterlibatan intelektual aktif dari penonton untuk sepenuhnya memahami narasinya, sedangkan Landscape in the Mist, meskipun juga berurusan dengan konsep filosofis yang dalam, lebih menekankan aspek emosional dan kurang bergantung pada gagasan-gagasan abstrak. Landscape in the Mist lebih mementingkan perjalanan emosional karakternya daripada eksplorasi intelektual yang ketat. Oleh karena itu, gua penasaran tentang alasan di balik preferensi lu terhadap Eternity and a Day daripada Landscape in the Mist. Selain itu, gua tertarik untuk mengetahui apakah lu sudah terbiasa dengan style pengarahan Theo Angelopoulos.

Setelah melihat watchlist lu, gua sangat merekomendasikan untuk menonton All About Lily Chou-Chou karya Shunji Iwai. Tenang saja, kali ini lu pasti akan menyukainya. Secara pribadi, gua merasa sangat relate dengan karakter-karakternya dan penggalian tentang perasaan terputus yang tertanam dalam inti tema film ini. Lily Chou-Chou benar-benar film yang menyentuh dan memiliki realitas yang begitu relevan dengan eksistensi gua sendiri. Realisme yang menyelip dalam visi artistik Shunji Iwai gak boleh diabaikan. Jika lu ingin tau bagaimana rasanya ditusuk, silahkan tonton All About Lily Chou-Chou.
RoryBurrows Apr 24, 2023 5:56 PM
Thank you :)))
MikazeArtz Apr 14, 2023 9:58 AM
Sip! Senang berdiskusi dengan lu juga. Happy Birthday brother!
MikazeArtz Apr 12, 2023 10:35 AM
Bro, sebenarnya sejak awal gua ingin bilang bahwa sebaiknya lu gak perlu menggunakan bahasa formal seperti “anda atau saya” tetapi gua ragu karena gua berpikir bahwa mungkin itu adalah bagian dari kebiasaan atau budaya lu. Oleh karena itu, gua memutuskan untuk gak menyampaikannya demi menghormati preferensi dan kebiasaan budaya lu.

Ngomong ngomong, mengenai stanley kubrick, apakah 2001 space odyssey direkomendasikan? gw sih masih bisa menikmati fiksi yang filosofis dan berat, tapi kalau misalkan sampai di tahap "experimental" saya harus memikirkan kembali untuk menikmatinya (takutnya saya mengulang pengalaman gw ketika menikmati Tenshi no Tamago, terjebak dalam kebingungan dan penuh pertanyaan...). Gw juga menanyakan hal tersebut ,mengingat lu ngerate 5/5 di akun letterboxd elu (yang tandanya ini sinema yang sangat sempurna dalam pengalaman menikmati sinema). Apa yang membuatnya bagus? pengalaman experimental dalam menikmati sinema? atau bagaimana? apakah bakal cocok ke gw? soalnya ini film udah ada di laptop gw, jadi gw tinggal memutuskan akan nonton atau nggak

Cukup rumit untuk merekomendasikan A Space Odyssey, jadi gua akan sedikit bercerita. Ketika menanyakan pendapat A Space Odyssey kepada seorang cinephile, ada kemungkinan besar bahwa ia akan menyatakan A Space Odyssey sebagai film terbaik yang pernah ada dan ketika menanyakan hal yang serupa kepada seorang penonton kasual, ia akan mengatakan bahwa A Space Odyssey adalah film yang membosankan. Itu adalah perumpamaan yang menunjukkan perbedaan pendapat dan persepsi antara seorang cinephile dan penonton kasual. Dua pandangan ini mencerminkan cara yang berbeda dalam menghargai film tersebut dan keduanya gak salah. Gua memiliki temen yang seorang penonton kasual, suatu hari ia memutuskan untuk menonton A Space Odyssey karena melihat gua sangat menyukai filmnya (Gua sama sekali gak merekomendasikan apapun ke dia). Namun setelahnya, ia mengatakan kepada gua, bahwa A Space Odyssey adalah film yang sangat membosankan dan dia gak sanggup untuk menamatkannya, ia bahkan tertidur 11 kali saat menonton A Space Odyssey. Kemudian gua merespon dengan mengatakan bahwa “kebosanan” yang dialaminya adalah bagian integral dari keseluruhan pengalaman menonton film tersebut dan gak bisa dipisahkan dari keindahan dan nilai seninya. Rasa bosan ini menjadi komponen penting dari nilai artistik film tersebut. Dengan menimbulkan perasaan bosan, Kubrick memaksa penonton untuk menghadapi kekosongan dan luasnya ruang angkasa, membangkitkan perasaan isolasi kosmik yang sangat penting untuk tema film. Pacing yang sengaja lambat gak hanya memungkinkan untuk lebih terbenam dalam dunia film tersebut, tetapi juga mendorong introspeksi dan kontemplasi.
Jika mengajukan pertanyaan "Apa yang membuat A Space Odyssey bagus?" maka lu akan dipertemukan dengan berbagai macam jawaban yang berbeda. Ada orang yang berpendapat bahwa film ini luar biasa karena penggunaan visual dan skor latar yang memukau, ada orang yang menghargai tema filosofis dan visi dari Kubrick, ada orang yang mengatakan bahwa film ini memiliki penulisan yang brillian dan sebagainya. Namun, gua akan menjawab bahwa semua aspek dari A Space Odyssey itu irrelevan. Gua memberi rating sempurna kepada A Space Odyssey bukan karena visual, skor, tema, plot atau elemen lainnya. Lalu kenapa? Izinkan gua menjelaskan pandangan gua dan apa yang membuat gua mengapresiasi A Space Odyssey. Gua juga merasa bahwa film ini membosankan pada beberapa waktu, dengan pengambilan gambar yang panjang dan minim dialog. Namun, gua percaya bahwa aspek film ini hanya sebagian kecil dari gambar yang jauh lebih besar dan rumit. Gua menghargai A Space Odyssey karena dampak yang luar biasa dan pengaruh revolusioner yang dimilikinya. Terdapat alasan yang mendasari mengapa "A Space Odyssey" senantiasa menjadi bagian dari kumpulan film favorit bagi hampir semua sutradara film; hal ini mencerminkan betapa karya tersebut dianggap penting dan berpengaruh dalam industri sinema. A Space Odyssey berhasil mengubah paradigma storytelling dan pengarahan film yang selama ini dianggap sebagai norma. Karya ini memberikan kontribusi besar terhadap lanskap sinema dan memengaruhi banyak medium seni lainnya, memperlihatkan kekuatan sinema sebagai medium yang mampu menantang batas-batas kreativitas dan membentuk dunia sinema sebagaimana kita kenal saat ini. Sementara ada banyak film lain yang membahas tema-tema filosofis dengan lebih mendalam daripada A Space Odyssey, namun dapat dikemukakan bahwa keberadaan film A Space Odyssey telah membuka jalan bagi film-film tersebut untuk terwujud. Dengan melepaskan diri dari norma-norma narasi tradisional, A Space Odyssey membuka jalan bagi generasi baru untuk mengeksplorasi batas-batas sinema sebagai bentuk seni. Gua adalah seseorang yang sangat menghargai seni dalam berbagai bentuknya. Keberadaan seni membuat hidup gua menjadi bermakna. Tanpa seni, maka hidup gak memiliki makna apapun. Dengan begitu, A Space Odyssey sebagai karya revolusioner yang mempengaruhi seni secara keseluruhan memiliki tempat istimewa di hati gua. Gua sangat menghargai keberanian Stanley Kubrick untuk menantang konvensi dalam filmmaking. A Space Odyssey adalah contoh sempurna dari bagaimana seni dapat memengaruhi pandangan kita tentang dunia dan membuka jalan bagi pertanyaan-pertanyaan filosofis yang mendalam. Seperti seni pada umumnya, film ini menginspirasi kita untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda, merenungkan tujuan hidup kita, dan mempertanyakan makna dari segala hal. Sebagai penggemar seni, gua merasa bahwa A Space Odyssey memiliki nilai seni yang sangat tinggi dan patut dihargai sebagai sebuah karya monumental yang telah memengaruhi dunia seni secara luas dan jangka panjang. Namun demikian, menurut gua, film ini wajib ditonton oleh setiap penggemar film hanya karena karya ini menandai momen transformasi dalam industri sinema dan gua sudah memberi peringatan kepada lu bahwa ini adalah film yang akan membuat lu merasa bosan, sehingga lu dapat bersiap diri dengan tepat.

FR FR broooo, yeahh persis seperti yang lu bilang, gw juga menyempatkan diri buat rewatch EEAO di bioskop CGV, dan itu menjadi pengalaman untuk pertama kalinya gw nangis menikmati film di bioskop, karena pengalaman audio visualnya yang sangat berbeda drastis, filmnya menjadi jauh lebih beresonansi dengan gw. Meski kadang gw agak kesel sama orang disamping gw yang malah ketawa ketiwi pas scene si Evelyn dan Jobu (Joy) jadi batu, padahal itu "verse" yang sangat fundamental dalam memahami karakter Jobu Tupaki. Dan sejauh ini jadi film terbaik yang gw pernah nntn di Bioskop (soalnya gw jarang nonton di bioskop)

Berbeda dengan lu di dalam bioskop gua suasananya sangat sunyi, hanya ada gua dan dua cewek yang duduk di sebelah gua. Jujur gua jadi ikutan emosional karena dia nangis menjelang akhir film. Ya gua bingung mengapa orang-orang ketawa saat momen yang essensial itu, bahkan teman gua menyebutnya sebagai momen paling lucu dan sepanjang runtime hanya ketawa pada scene itu saja.

gw hanya memainkan game game tertentu aja.... cuma karena gamenya ada yang berbayar jadi mau gak mau gw bakal nyari versi bajakannya, soalnya gw gak pernah spend duit gw buat beli game dan game juga bukan prioritas gw. Soal game di laptop, sebenernya gw juga udah install omori, cuma gw emang blum ada mood aja sih buat maeninnya, soalnya laptop lebih banyak gw pake buat nugas. Selain game2 android diatas, apa lu punya rekomendasi laen? misalkan gratis akan lebih baik

Ah yes, Omori, game kesukaan setiap wibu. Ya, gua memiliki rekomendasi game-game gratis yang bisa langsung lu coba, tetapi ini hanya untuk platform windows:

Yume Nikki, game 2D favorit gua pribadi. Pada dasarnya Tenshi no Tamago versi video-game; Kental dengan gaya surreal dan eksperimental, grafis minimalis dengan atmosfir yang introspektif dan psikologis, memiliki berbagai penggunaan simbol yang abstrak, gak memiliki plot dan sangat bergantung pada interpretasi terbuka.

The Legend of Zelda, Meskipun cukup outdated, tetapi masih enjoyable. Salah satu game masa kecil yang paling memorable dan bahkan gua masih sering berkunjung kembali untuk bernostalgia. Silahkan mulai dari Ocarina of Time kemudian sekuelnya Majora’s mask dan terakhir, Twilight Princess (Meskipun gak secara langsung terkait dengan OOT, tetapi karena memiliki beberapa kemiripan maka gua masukin ke list). Oh iya ini game Nintendo 64 jadi lu perlu menggunakan emulator untuk memainkannya. Gua sarankan untuk menggunakan Citra Emu dan kalau bisa pakai controller.

Silent Hill, Game favorit gua selama beberapa Tahun yang kemudian digantikan oleh Outer Wilds. Lu sebagai pemain PS2 pasti pernah dengar mengenai game ini karena dulu cukup populer dikalangan remaja. Game horor tetapi, bukan sekedar horor biasa, penuh dengan twist dan akan membuat otak lu nge-blank. Intense dan memiliki atmosfir yang mencekam. Silent Hill juga punya latar belakang yang rumit, atmosferik, dan dipenuhi oleh konspirasi dan simbolisme. Game yang wajib dimainkan bagi veteran pemain PS2 seperti lu.

Gua juga memiliki game-game berbayar yang sangat direkomendasikan untuk dimainkan. Well, gua dapat memahami bahwa lu mungkin gak mau mengeluarkan uang untuk membeli game, namun setidaknya lu bisa mencoba mencari versi bajakannya:

Katana Zero, Game dengan gameplay fast-paced yang sangat statisfying dan brutal. Lu akan memainkan karakter yang memiliki kekuatan slow-motion dan setiap kill akan terasa statisfying.

Persona 4 Golden, Game Persona terbaik dan jauh lebih bagus dari Persona 5. Misteri yang menarik dan elemen sosial simulator yang dinamik. Memiliki cerita dan karakter yang kompleks serta dunia yang terasa lebih hidup dari Persona 5.

Hollow Knight, Game Indie terbaik di Tahun 2017 disamping Cuphead. Memiliki sistem charm yang fresh serta map yang sangat luas dan kompleks. Entah kenapa World-buildingnya mengingatkan gua kepada Tenshi no Tamago.

Rekomendasi lainnya: Celeste, Cuphead, Portal, The Stanley Parable, Inside, Little Nightmare, Manhunt, dan Final Fantasy VI.
MikazeArtz Apr 8, 2023 10:07 AM
Gua setuju dengan lu bahwa film A Clockwork Orange menampilkan "potrayal of evil" yang sangat kuat dan provokatif, terutama karena pendekatannya yang cerdas dan ambigu terhadap isu-isu politik, moral, agama, kebebasan individu, dan sebagainya. Menyajikan pandangan liberal dan konservatif secara seimbang dan memberikan pemahaman tentang konsep kejahatan dalam masyarakat. Menggali substansi dalam A Clockwork Orange gak akan ada ujungnya. Alex adalah karakter sosiopat favorit gua disamping Anton Chigurh, namun label apapun yang diberikan pada Alex mungkin kurang relevan dibandingkan dengan pesan politik dan pendekatan terhadap topik-topik seperti kebebasan, kejahatan, dan agama. Kubrick berhasil mengeksplorasi konsep kebebasan dan kejahatan melalui sudut pandang sains dan psikologi dengan cara yang kompleks. Kesan audiovisual yang memukau juga turut mendukung kekuatan filmnya. Jangan lupa untuk coba tonton karya Kubrick lainnya karena filmografinya memberikan dampak yang signifikan terhadap lanskap sinema.

Untuk handmaiden, saya masih pertimbangan, karena kalau boleh jujur, "Lesbian" ini sebenarnya tema yang bener-bener perlu mikir 2x kalau mau saya nikmati (bukannya saya homopobik, tetapi emang bukan sense dari preferensi saya aja), tapi gak akan saya buang jauh2 dan masih saya pertimbangkan

Understandable. Gua secara pribadi gak pernah mempermasalahkan itu, kecuali jika itu bersifat eksploitatif. Satu-satunya hal yang dapat membuat gua merasa terganggu adalah subjek pedofilia, seperti contoh yang ditampilkan dalam film Netflix “Cuties” dan anime “Mushoku Tensei” Meskipun "Cuties" menyajikan kritik yang menarik terhadap hiper-seksualisasi pada kaum anak muda, tetapi juga secara gak langsung berkontribusi dalam hal tersebut dengan menampilkan adegan-adegan eksplisit yang sangat disturbing hingga mendapat reputasi negatif, gua pun sampai gak kuat untuk menamatkannya. Sementara Mushoku Tensei merupakan sebuah cerita redemptive dengan niat yang baik, namun dipresentasikan dengan cara yang buruk dan offensif. Dalam pandangan gua; sebenernya subjek apapun dapat terjustifikasi asalkan ditangani dengan baik. Depiksi topik yang sensitif perlu ditangani dengan hati-hati dan pertimbangan, dan cara penceritaannya perlu diatasi dengan cara yang tidak eksploitatif atau tidak berlebihan. Sebagai contoh, Pedofilia dapat digunakan untuk menyoroti sifat dunia dystopia yang amoral dengan berfungsi untuk mengilustrasikan kekejaman atau kegilaan yang ada di dunia tersebut. (Sorry jadi terbawa suasana dan keluar dari topik) Anyway, untuk The Handmaiden, lu bisa skip dan coba tonton karya terbaru dari Park Chan yaitu Decision to Leave, meskipun menurut gua cukup underwhelming dibanding karya lainnya.

Untuk landscape in the mist, saya agak minta maaf, karena rating tersebut masih rada bias, mungkin saya kurang dibuat terbiasa dengan gaya sinematografinya Theo Angelopulos yang sangat amat slow paced, sehingga outputnya saya jadi kurang beresonansi ama karakter-karakternya, tapi 3-4 hari setelah saya selesai menonton, saya udah punya gambaran soal sinematografi Theo Angelopulos yang emang slowpaced karena menawarkan banyak detail dari setiap scenenya dan buat makin hidup, dan oleh sebab itu saya jadi mikir buat rewatch, nanti landscape in the mist cepat atau lambat akan saya tandai "rewatch" (Seperti EEAOE)

Oh iya, sepertinya gua lupa untuk memberi tahu lu bahwa Landscape in the mist adalah film slow-burn yang kontemplatif dan membutuhkan waktu yang lama untuk membangun ceritanya, seharusnya gua beri tahu lebih awal. Untuk ratingnya, gak perlu minta maaf karena rating itu pasti selalu memiliki bias. Penilaian dapat mengandung alasan-alasan yang objektif, tetapi pada akhirnya, setiap verdict akan selalu subjektif. Apalagi sifat subjektif dari pengalaman pribadi sangatlah relevan ketika membahas film seperti "Landscape in the Mist." Gua sendiri relate secara emosional dan spiritual dengan perjalanan mereka mencari sosok keberadaan ayah, bukan karena gua mencari seseorang atau karena gua gak memiliki figur ayah, melainkan gua menafsirkannya sebagai metafora pencarian manusia untuk menemukan tujuan dan makna dalam dunia yang absurd dan kacau. Gua melibatkannya dengan komponen spiritual atau religius dari diri gua, Landscape in the mist seperti mengajak gua merenungkan keyakinan gua sendiri dan pencarian akan pemenuhan spiritial atau eksistensial, menunjukkan bahwa mungkin ada cara alternatif untuk menemukan makna dan tujuan di luar pencarian tradisional untuk keberadaan Tuhan. Tentu ada aspek lain yang membuat gua sangat menyukai filmnya, tetapi gak akan gua bahas lebih lanjut. Berdasarkan akun Letterboxd lu, gua melihat bahwa lu sudah rewatch EEAO. Apakah lu sempat menontonnya di bioskop? Gua menanyakan hal ini karena gua berkesempatan menghadiri pemutaran ulang EEAO di CGV pada tanggal 30 bulan lalu, dan itu adalah pengalaman sinematik paling luar biasa yang pernah gua alami disamping Gintama: The Final.

Untuk game, saya sebenernya gak aktif bermain game karena sibuk kuliah+lebih nikmatin nonton film sama animanga, saya juga gak ada game favorit secara spesifik dan standar saya dalam menentukan bagus gaknya game itu gak jelas sama sekali. Dan juga, sebenarnya ini benar benar tergantung platform apa yang sedang saya pegang, waktu kecil saya suka bermain GTA, bully dan game ps2 nostalgik laen. Cuma untuk sekarang, karena yang saya punya cuma sebatas "android", saya maennya paling cuma sekedar ML ama genshin, itupun sebenarnya udah agak bosen, karena game nya setengah kemungkinan bisa buat tensi naek ketimbang hiburan (genshin dengan segala sistem gachanya yg konyol, ml dengan player toxicnya), kalau saya punya duit, saya pengen maen game konsol kek Sekiro, dark souls, RDR, Nier series dsb (maap jadi curhat)

Mobile legend dan Genshin Impact, keduanya adalah game yang paling gua benci dengan alasan yang kurang lebih sama dengan lu. Gua bisa memahami bahwa lu saat ini lebih memilih untuk menonton film dan anime daripada bermain game karena kesibukan kuliah. Gua sendiri juga merupakan orang yang cukup sibuk, bahkan seminggu terakhir ini gua memiliki jadwal yang padat, namun berbanding terbalik dengan lu, saat sedang sibuk, gua gak sempat menghabiskan waktu untuk menonton film dan hanya dapat menyempatkan untuk menonton satu episode serial TV atau anime saja, sisa waktu senggang gua habiskan untuk merehatkan mental dengan bermain video-game atau membaca buku. Gua biasanya menghindari menonton film karena jika terpaksa berhenti di pertengahan akan menghancurkan immersion. Gua sungguh berharap lu memiliki kesempatan untuk memainkan beberapa game yang lu sebutkan, karena memang itu merupakan judul-judul yang sangat bagus, tetapi jangan salah, perangkat mobile juga memiliki koleksi game-game bagus untuk dimainkan, salah satunya; Ace Attorney, Gris, Terraria, Stardew Valley, Harvest Moon: BTN, Before Your Eyes, dan bahkan Half-life 2 sekarang sudah tersedia di Android. Bukankah lu memiliki laptop? Jika mau gua dengan senang hati akan memberikan beberapa rekomendasi game low to mid-range.
MikazeArtz Apr 6, 2023 6:00 AM
Setelah gua cek profil Letterboxd lu, gua lupa bahwa lu menyukai A Clockwork Orange. Jadi mungkin gak ada ruginya untuk memberi kesempatan pada The Handmaiden, jika lu sangat tertarik dengan premisnya. Sinematografi dari Park Chan benar-benar hampir tak tertandingi, lu akan dibuat terpukau oleh rangkaian-rangkaian gambarnya yang indah. Apa yang membuat lu gak suka dengan Landscape in the mist? Melihatnya memiliki rating setara dengan Dilan rasanya agak… tapi jika lu mau menjawabnya dibarengi dengan film lain yang sudah gua rekomendasikan sebelumnya, maka gua akan senantiasa menunggu. Ngomong-ngomong gua penasaran apakah lu aktif dalam bermain game? Jika iya, apa saja game favorit lu?
MikazeArtz Apr 6, 2023 5:48 AM
Mungkin, keduanya sama-sama brillian dan layak untuk dijelajahi. Oldboy adalah salah satu film balas dendam terbaik dengan koreografi yang spektakuler. Lu akan disuguhkan dengan adegan kekerasan brutal yang dibuat dengan brillian dan gak diragukan lagi lu pasti akan sangat menikmatinya, namun gua tak dapat mengatakan hal yang serupa untuk The Handmaiden, karena gak hanya menyajikan sebuah kisah yang lebih kompleks, tetapi juga mengeksplorasi tema yang sensitif seperti seksualitas. “seks” menjadi elemen krusial dalam plot The Handmaiden dan tentu itu bukan sekedar eksploitasi yang gak berguna. Film ini menampilkan hubungan intim antara dua karakter perempuan, yang terkadang sangat eksplisit dan penuh dengan tensi seksual. Bukan hanya itu, kompleksitas cerita dan detail yang rumit membutuhkan pemahaman yang lebih dalam. Oleh karena itu, gua gak merekomendasikan The Handmaiden karena kontennya gak mudah untuk dipahami atau diapresiasi bagi penonton kasual yang hanya ingin mencari hiburan ringan. Jika lu gak keberatan dengan elemen-elemen yang telah gua sebut diatas atau ingin mencari tantangan yang memerlukan keterlibatan emosional dan kognitif, maka gak ada salahnya untuk mencoba karena The Handmaiden adalah sebuah karya seni yang kompleks dan artistik. Tema sensitifnya dan potret seksualitas yang memprovokasi pikiran menawarkan perspektif yang unik tentang pengalaman manusia. Tonton Oldboy dan silahkan pertimbangkan The Handmaiden.
It’s time to ditch the text file.
Keep track of your anime easily by creating your own list.
Sign Up Login